Seorang kolumnis di bidang perbankan, keuangan, dan ekonomi bernama Frances Coppola menuangkan gagasan atas masalah FTX yang menurut saya menarik.
Ia mengatakan bahwa apabila perusahaan mengalami krisis likuiditas parah yang berakhir pada kebangkrutan, maka masalahnya bukan likuiditas -melainkan solvabilitas.
Solvabilitas datangnya dari internal governance.
Coppola mengibaratkan bunga kering di musim kemarau. Penyiraman bunga bisa saja dilakukan di musim itu, namun apabila bunga tersebut terkena penyakit, bahkan air pun tidak bisa menyelamatkan.
“FTX, Celcius Network, BlockFi, dan Voyager digital semuanya berusaha mati-matian membujuk orang untuk meminjamkan uang kepada mereka agar mereka tetap bertahan. Semuanya berakhir di pengadilan kebangkrutan.”
Bukan hanya perusahaan-perusahaan kripto yang mengatakan mereka menderita “krisis likuiditas” ketika mereka benar-benar bangkrut. Lembaga keuangan tradisional juga. Lembaga keuangan tradisional juga cenderung akan mengatakan semuanya baik-baik saja jika hanya seseorang mau meminjamkan lebih banyak uang kepada mereka.
Coppola menerangkan bahwa setiap lembaga keuangan yang memiliki aset jangka panjang dan liabilitas jangka sangat pendek, atau liabilitas yang dapat terhutang tanpa peringatan, berisiko bangkrut.
Sebagian besar tidak memiliki dukungan bank sentral atau asuransi FDIC.
FTX bukan bank, tetapi mengalami penurunan.
Kemudian karena pelarian dipicu oleh ketakutan bahwa FTX bangkrut, FTX tidak dapat membujuk siapa pun untuk meminjamkan uang untuk bertahan dari pelarian tersebut.
Apakah FTX sudah bangkrut saat banyak penarikan terjadi? Ya. “Krisis likuiditas” yang membuatnya bertekuk lutut disebabkan oleh kebangkrutannya, bukan sebaliknya.
Akankah deposan kehilangan uang? Hampir pasti. FTX memiliki lubang menganga di neracanya, dan sepertinya tidak ada yang tertarik untuk memasangnya.