
Investor kripto di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan. Data terbaru dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan, jumlah investor kripto di Indonesia hingga akhir Oktober 2022 capai 16,1 juta.
Saat acara diskusi publik bertajuk Arah Pengaturan Aset Kripto di Indonesia di Hotel Ashley Tanah Abang Jakarta pada Rabu (2/11), Didid Noordiatmoko selaku Plt. Kepala Bappebti mengungkapkan, jumlah investor kripto saat ini meningkat hampir dua kali lipat dari investor bursa efek.
“Dari total 16,1 juta investor kripto di Indonesia, sekitar 48 persen investor dengan rentang usia dari 18 hingga 35 tahun. Sudah terjadi transaksi senilai Rp 260 triliun. Transaksi tersebut didominasi oleh transaksi di bawah Rp 500 ribu.”
Didid Noordiatmoko, Plt. Kepala Bappebti.
“Jadi walaupun keuangan tidak baik-baik saja tapi minat transaksi aset kripto meningkat, walaupun dengan transaksi yang kecil,” ungkap Didid.
Bappebti mencatat nilai transaksi aset kripto pada 2021 tembus di angka Rp 859,4 triliun, naik dari nilai transaksi pada 2020 yang hanya berada di posisi Rp 64,9 triliun.
Sementara itu, nilai transaksi perdagangan kripto sepanjang Januari hingga Agustus 2022 tercatat turun 56,35 persen dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 249,3 triliun.
Melihat transaksi kripto yang anjlok lebih dari setengahnya, Tirta Karma Senjaya yang merupakan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan PBK Bappebti mengungkapkan penyebabnya adalah pelemahan ekonomi global.
“Kenaikan suku bunga dari The Fed, perang Rusia Ukraina, crypto winter berdampak pada pasar investasi baik saham, futures komoditi, kripto dan perusahaan startup juga banyak yang collapse,” ujar Tirta.
Tirta juga menambahkan, pelemahan harga kripto terutama yang kapitalisasi besar seperti Bitcoin, Etherium, USDT, berdampak pada penurunan Altcoin lainnya. Hal ini membuat investor menahan untuk lebih banyak bertransaksi dan pasar lebih sepi dari periode sebelumnya.
Alasan Investor Kripto Indonesia Meningkat
Teguh Hermanda selaku Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) mengungkapkan, salah satu alasan meningkatnya peminat aset kripto adalah karena saat ini kripto dianggap sebagai komoditi yang memiliki fungsi store of value sehingga dapat menjadi instrumen investasi yang menjanjikan.
“Sebagian orang beranggapan kripto memiliki fungsi store of value, jadi beda sama currency yang nilainya tetap dan bisa dipertukarkan. Kalau kita anggap kripto sebagai komoditi seperti emas, jadi digunakan untuk menyimpan nilai atau investasi,” ujarnya.
Teguh menegaskan di era digital trennya bukan lagi hanya simpan emas, namun ada alternatif aset kripto. Hal ini selaras dengan hasil studi yang dilakukan oleh CELIOS pada September 2022.
Dari 3.530 responden yang disurvei, data menunjukkan bahwa aset kripto menempati urutan ke-3 sebagai aset yang paling banyak dibeli oleh investor ritel. Aset kripto bahkan berada di atas emas digital, futures, dan surat utang pemerintah sebagai instrumen investasi yang dipilih masyarakat.
Penulis: Ratna Ayu
Sumber: cnbcindonesia dan liputan6.